Postingan

CATATAN INTROVERT - LAMPU TEMARAM DI UJUNG JALAN

Gambar
Malam itu begitu syahdu, jauh kau berjalan. Kemudian tepat di bawah lampu yang temaram di pinggir jalan, kau menepi.  Tiang lampu itu tidak istimewa. Menjulang ke atas, dengan besi kehitaman. Warna lampunya oranye. Kau seperti terhiptonis akan suasana temaramnya.  Semilir malam mulai terasa menusuk, tapi tidak berhasil membuat kau mengantuk. Kau menatap jauh, entah apa yang direnungkan. Yang jelas mata itu menyiratkan beban yang begitu dalam. Hilir mudik pengguna jalan bahkan tak mampu membuat kau kehilangan fokus.  Setelah berpuluh menit berlalu, kau bersuara. "Mereka ga tau, dan ga boleh tau." Lirih, dan kau mulai sesegukan. Entah apa dan kenapa, kau terus saja menangis. Suara tangisan membelah semak belukar tepat di depan tiang lampu itu. Jangkrik dan katak yang dari tadi sibuk berceloteh kini bahkan tak bersuara, seakan tau di sana ada manusia yang sedang tidak baik-baik saja. Mereka turut berduka, mengheningkan cipta dengan khusyu yang paling mendalam. Tanpa mempedulikan

C.I.N.T.A

Gambar
Cinta itu sederhana dan suci, namun ambisi datang membelit dan menodai. atau Cinta itu takhta tertinggi, Lebih baik mati dari pada tidak memiliki. Scr: blokbojonegoro.com  C.I.N.T.A kata yang penuh dengan misteri, penuh dengan arti. Setiap insan   di muka bumi ini mengenal dengan jelas kata cinta, bahkan sering mempergunakannya.  Namun tidak semua insan-insan ini menyadari bahwa cinta itu suci dan juga sederhana.   Seperti yang dikatakan oleh Alm. Eyang Supardi dalam puisinya Aku Ingin. “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu” Cinta Aku begitu sederhana, dan juga suci. Bahkan ketika api membakar kayu   sampai menjadi abu pun, cinta itu masih ada di sana. Tapi benarkah cinta se-sederhana itu? Bagaimana dengan ambisi ingin memiliki? Apakah cinta cukup dirasa olehmu saja tanpa dia mengetahuinya? Banyak kata-kata ajaib terkait permasalahan C.I.N.T.A .  Dua diantara kebanyakannya sering digunakan ole

HALO DESEMBER

Desember, b ulan di penghujung tahun, penutup bulan-bulan sebelumnya. Desember datang, bersama tahun yang siap berganti. Begitupun dengan usia, juga ikut berganti dan berubah digitnya menjadi sesuatu yang lebih besar, lebih tua, namun belum tentu dewasa.  Sepenuhnya kita menyadari bahwa diri ini tidak lagi sama. Tidak lagi sama dengan diri sendiri enam bulan, tiga bulan, bahkan sebulan yang lalu. Semuanya berubah, namun dengan cara yang sangat implisit sehingga kepalang tanggung untuk menyebutnya perubahan menuju kedewasaan. Pelik memang jika dipikirkan. Di balik perubahan yang begitu implisit untuk menuju kedewasaan, kita juga menyadari bawah diri ini bukan lagi bocah dengan pemikiran naifnya. Mau tidak mau, suka tidak suka, Desember akan mengantarkan kita pada tahun yang baru, pada lembaran yang baru, yang siap diisi dengan cerita yang baru pula. Namun, satu hal yang pasti, tahun, bulan, dan hari yang telah terlewati bukanlah sekedar kenangan yang telah terjadi. Bukan pula peristiwa

MAHASISWA SEMESTER 7, UDA BOLEH SAMBAT?

Gambar
Sebuah  overthingking  yang berdilema. Tiga tahun kuliah akhirnya mengantarkan kita kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan kita ke  depan pintu gerbang perjuangan untuk menuju kemerdekaan. Sekurangnya begitulah narasi yang menggambarkan kondisi mahasiswa semester 7 saat ini. Kita sama-sama memaklumi bahwasannya semester 7 merupakan masa yang cukup berat. Awal transisi dari seorang mahasiswa menuju sarjana. Oleh karenanya, tidaklah berlebihan jika kita mengatakan semester 7 merupakan pintu gerbang menuju kemerdekaan.  Awal transisi ini dimulai dengan Kukerta, Magang (atau dalam fakultas pendidikan dikenal dengan istilah PLP/Praktik Lapangan Persekolahan), yang kesemuanya membutuhkan penanganan ekstra. Belum lagi mata kuliah teori yang masih harus diambil, serta tuntutan untuk memulai menulis skripsweet . Pemakluman yang kita buat di atas, tentunya akan memiliki dampak. Layaknya hukum sebab-akibat. Sedikit kita ulas, jika nanti salah satu teman semester 7-mu be

MINORITAS

Gambar
- Sebuah pemikiran yang absurd. Jika kamu menyukai teh, maka kamu tidak bisa memaksakan seleramu pada penyuka kopi. Pun sebaliknya. Setiap individu manusia di seluruh penjuru dunia per meter kuadratnya sangat paham dan mengerti akan konsep ini. Namun, nyata dan fakta yang terjadi pada pada setiap individu maupun sekelompok individu yang mendiami salah satu planet di Galaksi Bima Sakti ini, mereka masih saja bahkan sering memaksakan kehendaknya pada orang lain. Teori pada buku tetaplah teori, meski telah dikutip dan menjelma menjadi teoritis, akan jatuh dan bertekuk lutut pada doktrin:  "Realita mah emang ga sesuai sama buku. Makanya kalo belajar jangan cuman baca buku, noh liat juga lingkungan sekitar." Namun yang terburuk dari kumpulan terburuk dari salah satu jenis manusia yang hanya melihat refleksi cahaya bintang 400 juta tahun yang lalu ini adalah mereka yang selalu merasa benar karena identitas mayoritas, lebih buruknya lagi mereka yang tidak hanya bangga melabeli dir

ROMANSA SENJA 3

Gambar
" Aku tidak butuh alasan untuk menyukai senja,  dan senja  tidak butuh  alasanku untuk menyukainya " "Kenapa kau begitu menyukai senja," kau bertanya padaku.  Aku diam saja, sibuk menikmati perpaduan semburat jingga senja yang berbenturan dengan beningnya permukaan laut, indah sekali.  "Heiii!!! Apa kau tidak mendengarku?" Ucapmu kesal sambil me-noel kepalaku.  Aku berpikir sejenak, retina mataku kini beralih ke awan yang mulai menggelap, menerawang. Indah sekali perpaduan putihnya awan dan langit yang membiru. Lagi, aku terpaku pada ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. "Heiii!!! Kau selalu mengacuhkanku. Aku pergi saja kalau begitu." Kau beranjak dari tempat dudukmu, tapi gerakmu kalah cepat dengan tanganku.  Tidak, kau tidak boleh pergi. Di sini saja bersamaku. Mata kita bertemu. Manik kelammu menatapku dengan tanda tanya dan juga kesal(?). Aku tersenyum, kau manis sekali dengan raut seperti itu. " Aku tidak tau kenapa aku begitu meyukai senj

ROMANSA SENJA 2

Gambar
“Aku harus terbiasa, karena nyatanya hidup ini ga pernah adil buat orang seperti aku.” “Aku pamit” , akhirnya ada yang mengeluarkan suara di antara kita setelah berjam-jam duduk dalam diam menikmati senja turun ke singgasananya. “Kamu baik-baik di sini, jangan nakal. Cepat-cepat wisuda. Jangan main terus. Jangan telat makan” , nyesss. Aku   mencoba sekuat tenaga menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata. Siap untuk diluncurkan ke pipi. “Kalo capek ya istirahat. Jangan mentingin orang lain. Kita ka dang harus egois buat kebahagiaan sendiri. Jangan polos amat jadi orang” , kamu masih saja bercoteh.   “Jangan keras kepala kalo dibilangin. Kalo ada masalah coba liat dari dua sisi. Aku tau kamu orangnya baik. Tapi keras kepalanya kadang nyebelin banget” , Ya Tuhan. Air mata yang sejak tadi ter tahan tak bisa lagi terbendung. Kenapa rasanya sesak. Bukankah kamu hanya pergi untuk me lanjutkan sekolah. Selesai itu kamu bakal balik lagi ke sini, kan? Hahaha. Aku te