ROMANSA SENJA 2

“Aku harus terbiasa, karena nyatanya hidup ini ga pernah adil buat orang seperti aku.”

“Aku pamit”, akhirnya ada yang mengeluarkan suara di antara kita setelah berjam-jam duduk dalam diam menikmati senja turun ke singgasananya.

“Kamu baik-baik di sini, jangan nakal. Cepat-cepat wisuda. Jangan main terus. Jangan telat makan”, nyesss. Aku  mencoba sekuat tenaga menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata. Siap untuk diluncurkan ke pipi.

“Kalo capek ya istirahat. Jangan mentingin orang lain. Kita kadang harus egois buat kebahagiaan sendiri. Jangan polos amat jadi orang”, kamu masih saja bercoteh.


“Jangan keras kepala kalo dibilangin. Kalo ada masalah coba liat dari dua sisi. Aku tau kamu orangnya baik. Tapi keras kepalanya kadang nyebelin banget”, Ya Tuhan. Air mata yang sejak tadi tertahan tak bisa lagi terbendung. Kenapa rasanya sesak. Bukankah kamu hanya pergi untuk melanjutkan sekolah. Selesai itu kamu bakal balik lagi ke sini, kan?

Hahaha. Aku terlalu naif, aku tau kalau kamu tidak akan balik ke sini lagi. Aku terlalu egois, aku ... Ah.

Aku hanya bisa monolog dalam hati. Sesaknya terlalu dalam bahkan buat sekedar natap matamu saja aku tak mampu. Apa aku bisa bertahan tanpa kamu di sini? Dengan segala celotehanmu, riwehmu, gilamu, dan semua yang ada padamu. Apa aku bisa bertahan tanpa itu semua?

“Besok aku berangkat. Jam 9 otw ke bandara. Kamu ga usah ikut ngantar deh. Nanti malah  mewek di sana. Hehe”, tanpa kamu larang pun aku ga bakal sanggup.

“Aku pamit dulu”, aku bergeming, begitu juga kamu. Sesaat lambaian dedaunan mengisi ruang dengar kita.

Kemudian langkah kakimu mulai menjauh. Meninggalkanku sendiri menepi bersama senja. Ombak menghantam bebatuan. Seakan turut berduka cita.

Aku baru tau rasa cinta juga bisa sesakit ini. Aku baru tau cinta juga bisa buat kita jadi orang yang lemah.

Aku benci. Kita terlalu naif dalam mengeja cinta. Aku benci kenapa aku harus jatuh cinta. Aku benci, kenapa kita harus berjumpa. Aku benci rangkaian kenangan yang uda kita gores. Aku benci semuanya tentang kamu. Bukan karena kamu bangsat, aku benci karena aku begitu lemah. Aku benci, kenapa juga aku harus menangisi kepergianmu. HAHA.

Perlahan langit mulai menggelap. Mesjid mulai mengumandang pepujian. Aku masih menepi di sini. Tempat awal mula kita menorehkan cerita. Tempat di mana kamu menemukan seorang manusia lemah yang lagi meratapi nasib bersama senja. Dan kamu dengan kurang ajarnya mengusik ketenangannya.

“Hai, kok nangis?”, lihat bahkan aku masih hafal kalimat yang kamu lontarkan saat pertama kali kita jumpa, dua tahun yang lalu. Semuanya masih terlukis dengan jelas dalam ingatanku.

Sekarang aku harus terbiasa untuk menjalani hari dengan segala kenangan yang telah kita toreh bersama. Kenapa Tuhan? Kenapa? Jika pada akhirnya kami tak bisa bersama, kenapa kami dipertemukan. Kenapa takdir begitu kejam. Dia yang menyembuhkan luka, dia juga yang menggores luka di tempat yang sama. Kenapa?

Senja sepenuhnya menghilang dalam lautan tenang. Semuanya menjadi gelap tanpa kehadirannya. Selayaknya aku, hidupku akan gelap, karena tak ada lagi yang mewarnainya.

“Aku harus terbiasa, karena nyatanya hidup ini ga pernah adil untuk orang seperti aku.”

Romansa Senja, Tanjungpinang. 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HALO DESEMBER

CATATAN INTROVERT - LAMPU TEMARAM DI UJUNG JALAN