CATATAN INTROVERT - LAMPU TEMARAM DI UJUNG JALAN


Malam itu begitu syahdu, jauh kau berjalan. Kemudian tepat di bawah lampu yang temaram di pinggir jalan, kau menepi. 

Tiang lampu itu tidak istimewa. Menjulang ke atas, dengan besi kehitaman. Warna lampunya oranye. Kau seperti terhiptonis akan suasana temaramnya. 

Semilir malam mulai terasa menusuk, tapi tidak berhasil membuat kau mengantuk. Kau menatap jauh, entah apa yang direnungkan. Yang jelas mata itu menyiratkan beban yang begitu dalam. Hilir mudik pengguna jalan bahkan tak mampu membuat kau kehilangan fokus. 

Setelah berpuluh menit berlalu, kau bersuara. "Mereka ga tau, dan ga boleh tau." Lirih, dan kau mulai sesegukan. Entah apa dan kenapa, kau terus saja menangis. Suara tangisan membelah semak belukar tepat di depan tiang lampu itu. Jangkrik dan katak yang dari tadi sibuk berceloteh kini bahkan tak bersuara, seakan tau di sana ada manusia yang sedang tidak baik-baik saja. Mereka turut berduka, mengheningkan cipta dengan khusyu yang paling mendalam.

Tanpa mempedulikan hilir mudik pengguna jalan, kau masih saja sesegukan. Ternyata mitos itu benar, bahkan untuk menangis pun kita harus mendapatkan suasana yang mendukung. Di bawah lampu jalan yang temaram, sinar bulan yang tidak begitu terang, suasana malam yang sedikit mencekam, kau pecahkan tangisan. Batin memberontak, emosi keluar, yang kemudian menjatuhkan air mata. 

Hidup itu memang ladang masalah. Mustahil rasanya jika selalu baik-baik saja. Menepilah jika batin sudah tidak sanggup lagi menanggungnya. Kau punya hak untuk berkeluh kesah. Jika tidak menjumpai manusia yang bisa dipercaya untuk berbagi cerita dan derita, kau masih mempunyai semesta yang siap menampung segalanya dengan empati yang tiada duanya. Di bawah lampu yang temaram, di tepi jalan, di ujung pelabuhan, di tepi pantai. Semesta terlalu luas untuk menampung semua keluh kesahmu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ROMANSA SENJA 2

HALO DESEMBER